Kamis, 30 Juni 2011

Desa aik kangkung diperlakukan sebagai anak haram oleh PT. NNT Ditulis oleh Kepala Desa Aik Kangkung Mustamir AK untuk keadilan


Program transmigrasi di desa aik kangkung telah mendatangkan masyarakat yang berasal dari pulau lombok, pulau bali dan masyarakat lokal dari wilayah tongo  pada tahun 1994-1995.  Dengan masyarakat yang heterogen tersebut sejak awal telah dilakukan pembinaan dengan berbagai cara agar kehidupan masyarakat di desa aik kangkung dapat berkembang dengan harmonis dan terus bertumbuh.  Dari tahun ke tahun berkat kerjasama dan keuletan yang telah diperlihatkan oleh masyarakat, desa aik kangkung telah menunjukkan pembangunan yang begitu pesat, lahan yang sebelumnya berupa hutan semak dan ilalang berubah menjadi sawah hijau dengan luas baku yang fantastis yaitu 200 hektar irigasi teknis dan 100 hektar setengah irigasi, ini adalah bentuk kesungguhan masyarakat untuk terus berkembang.  Inilah yang menghidupi warga masyarakat desa aik kangkung.
Kedatangan PT NNT melalui program Community Development dan community relation tahun 2001 setidaknya membawa angin segar untuk percepatan pembangunan di wilayah kecamatan jereweh, maluk, dan sekongkang.  Melalui berbagai bidang pembangunan, PT. NNT telah banyak melakukan kegiatan yang sedikit banyaknya menyentuh kehidupan masyarakat di tiga kecamatan tersebut yang biasanya disebut wilayah lingkar tambang.  Wilayah lingkar tambang dimaksudkan untuk membatasi perlakuan kebijakan dengan perlakuan khusus untuk diperhatikan secara serius, karena wilayah ini terkena dampak negatif secara langsung dari aktifitas pertambangan baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi.
Untuk mensejajarkan wilayah berdampak ini dengan wilayah lainnya dikabupaten sumbawa barat, maka polesan disana sini mesti dilakukan agar derajat pembangunannya dapat mengimbangi pembangunan wilayah lain, PT. NNT kemudian menurunkan program Community development dan community relation dengan target utama adalah pembangunan masyarakat.
Secara ekonomi,  jika pada masyarakat non transmigrasi seperti desa-desa di kecamatan jereweh dan maluk terjadi kenaikan harga barang yang berlipat-lipat maka desa transmigrasipun mendapatkan kenaikan yang serupa, bahkan kenaikan didesa transmigrasi jauh lebih tinggi karena sulitnya jalur transportasi menuju desa transmigrasi.  Ini menjadi derita ekonomi masyarakat aik kangkung yang letaknya tidak didukung oleh sarana dan prasana transportasi yang memadai.  Tidak hanya itu, dalam memanfaatkan sumberdaya pertanian didesa aik kangkung, input yang didatangkan berupa bibit, pupuk, mekanisasi pertanian, dan pestisida harus dibayar dengan harga yang begitu mahal dan kemudian ketika panen tiba, hasil yang dijual harganya jauh lebih rendah dibandingkan dengan desa-desa lingkar tambang dengan   sarana transportasi yang memadai seperti di jereweh, maluk dan sekongkang kota.
                Secara sosial, beroperasinya PT. NNT  batu hijau telah membawa berbagai materi berupa alat alat modern dan canggih yang telah merubah cara pandang masyarakat tentang instrumen kehidupan.  Untuk mengimbangi hal tersebut diperlukan cara pandang baru agar dapat memanfaatkan alat-alat tersebut.  Penggunaan alat-alat baru telah membuat kehidupan masyarakat berubah lebih cepat dalam meraih peluang dan kesempatan,  namun disisi lain masih begitu banyak masyarakat transmigrasi didesa aik kangkung yang tidak mendapatkan peluang dan kesempatan karena ketidakmampuannya dalam memahami cara pandang baru terhadap instrumen kehidupan.  Terjadilah masyarakat yang kurang akses sosial, terkungkung dengan pengetahuan lama dan tidak bisa maju.
Secara ekologi.  Beroperasinya sebuah sistem pertambangan tentunya akan terjadi dampak-dampak ekologis  yang mengerikan.  Pertambangan mendatangkan input bahan-bahan kimia yang bersifat toksit terhadap lingkungan hidup.  Setelah input tersebut diproses maka zat sisa yang tidak dapat dimanfaatkan secara ekonomi akan menjadi limbah, dalam proyek batu hijau ini limbah tersebut yang biasa disebut tailing dibuang disamudra hindia melalui pipa besar yang melintasi desa tongo dan desa aik kangkung.  Tentunya kita pernah mengenal kasus minamata  dijepang dan buyat disulawesi utara,  sebuah tragedi telah terjadi disana dan secara lambat laun namun pasti hal serupa telah membayangi kehidupan kita dimasa yang akan datang.
Menurut kami selaku kepala desa yang mengabdi di desa transmigrasi, istilah masyarakat transmigrasi hanyalah pembeda bagi program transmigrasi yang telah dilakukan pemerintah dan tidak lebih dari itu,  sedangkan dalam hal penerimaan dampak dari aktifitas tambang, masyarakat transmigrasi tidak memiliki kemampuan yang berbeda dalam mencegah dampak negatif tambang.   Ini artinya baik desa transmigrasi maupun desa non transmigrasi akan terkena dampak yang sama, sedangkan kadar dampaknya ditentukan oleh faktor-faktor fisik infrastruktur untuk mengakses desa tersebut dan kedekatan dengan lokasi proyek batu hijau.  Desa transmigrasi adalah desa yang paling sulit dijangkau dan justru merasakan dampak yang lebih besar secara ekologis karena bersebelahan dengan samudra hindia tempat pembuangan limbah tambang PT. NNT.
   Menurut kami selaku kepala desa aik kangkung Persepsi PT. NNT terhadap masyarakat transmigrasi sangat picik dan tidak adil,  mungkin PT. NNT menganggap bahwa yang dimaksud dengan masyarakat lokal adalah masyarakat yang telah hidup menetap sejak nenek moyang mereka diwilayah jereweh, maluk, dan sekongkang.  Sedangkan masyarakat transmigrasi di desa aik kangkung adalah masyarakat pendatang yang tidak memiliki hak atas program pemberdayaan PT. NNT sepenuhnya.  Ini kemudian terlihat pada kebijakan program PT. NNT yang lebih meng-anak emas-kan desa-desa non transmigrasi atau desa asli dan meng-anak haram-kan desa desa transmigrasi atau desa buatan.
Berikut kami beberkan bukti-bukti nyata adanya ketidak adilan yang telah dilakukan oleh PT. NNT dalam memperlakukan desa aik kangkung sebagai desa transmigrasi dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang non transmigrasi.
Pertama.  Dalam hal perekrutan karyawan PT. NNT, kami telah melihat perlakuan tidak adil yang sangat jelas dan mengiris hati nurani kami sebagai warga negara yang sama-sama menerima dampak negatif dari aktifitas pertambangan.  Dalam perekrutan yang dilakukan tahun 2011 sekarang, jatah untuk desa aik kangkung sangat sedikit dibandingkan dengan jatah di desa-desa lain di kecamatan sekongkang.  Jika desa tongo diberi jatah 16 orang, sekongkang atas diberi jatah 13 orang, sekongkang bawah diberi jatah 12 orang, maka desa aik kangkung sebagai desa transmigrasi hanya diberi jatah 6 orang.  Sungguh perlakuan yang tidak adil walaupun dampak negatif tambang yang diterima sama.
Begitu pula dengan keberadaan 105 buah perusahaan subkontraktor yang bekerja dibatu hijau, sangat sedikit warga desa aik kangkung yang dipekerjakan di perusahaan mereka.  Seolah-olah yang menjadi warga lingkar tambang hanyalah warga lokal asli yang bermukim dijereweh, maluk dan sekongkang kota.  Perusahaan-perusahaan ini perlu menyadari bahwa warga desa aik kangkung adalah warga yang telah membentuk satu kehidupan dan mulai telah menganggap bahwa wilayah desanya adalah tempat menjalani kehidupan sama dengan warga lokal yang asli.
Kedua. PT. NNT telah menggulirkan dana donasi PT. NNT diseluruh desa dikabupaten sumbawa barat dengan dasar pembagian yang tidak jelas dan mengada-ada.  Sementara desa tongo, sekongkang atas, dan sekongkang bawah mendapatkan dana donasi sebesar Rp. 62.500.000,- desa aik kangkung sebagai desa dalam kecamatan yang sama dan bersebelahan dengan desa tongo hanya mendapatkan dana donasi sebesar Rp. 38.500.000,-  bahkan desa-desa jereweh mendapatkan perlakuan yang sama dengan desa tongo yaitu sebesar Rp. 62.500.000,-  ini memalukan karena cara penghitungan yang tidak jelas.
Ketiga.   Pada tahun 2009, PT. NNT telah menjanjikan program bedah rumah untuk rumah tangga miskin, saat itu program ini hanya dijalankan di desa tongo selama dua tahun berturut-turut namun didesa aik kangkung yang rumah tangga miskinnya jauh lebih banyak belum mendapatkan program tersebut dan hanya mendapatkan janji.  Perlu dingat bahwa janji tanpa bukti tidak memberikan arti apa-apa selain kebohongan.
Keempat.  Tahun 2008 – 2010 didesa tongo, desa sekongkang bawah, desa sekongkang atas, desa-desa di kecamatan maluk, dan kecamatan jereweh telah didirikan gedung serbaguna yang megah dengan peruntukan yang tidak sepadan dengan nilai bangunannya, saat itu desa aik kangkung mengusulkan untuk pembangunan gudang gabah hasil panen petani sebagai ganti dari gedung serbaguna.  Waktu itu PT. NNT menyetujui pembangunan gudang gabah sebagai ide cemerlang yang sesuai dengan kepentingan masyarakat desa aik kangkung, namun lagi-lagi hal tersebut hanya janji kosong dari  PT. NNT .
Kelima.  Tahun 2010 telah dibangun jaringan listrik yang dapat mengaliri lampu-lampu di desa tongo.  Hasilnya pada tahun 2011 desa tongo telah merasakan hasil pembangunan dan jerih payah perjuangan pahlawan bangsa.  Sedangkan desa aik kangkung sebagai desa yang bersebelahan dengan desa tongo tinggal gigit jari dan menyaksikan ketidak adilan didepan mata.
Keenam.  Pembangunan jaringan air bersih di desa aik kangkung tidak pernah dilakukan oleh PT. NNT, kami merasa diperlakukan tidak adil dalam hal ini ketika desa tongo yang bersebelahan dengan desa aik kangkung telah dibangun sistem jaringan air bersih yang mampu melayani seluruh masyarakat di desa tongo.  Yang menjadi pertanyaan kami sebagai masyarakat desa aik kangkung adalah mengapa terjadi perbedaan dalam hal ini, bukankah desa aik kangkung juga membutuhkan jaringan air bersih yang memadai untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat?.
Ketujuh.  Di desa aik kangkung terdapat sebuah dusun yang kental dengan kehidupan nelayan, mereka mencari ikan laut sekitar pantai selatan tempat pembuangan limbah PT. NNT, dusun tersebut disebut dengan dusun senutuk, dusun dengan KK miskin yang begitu banyak.  Pada tahun 2001 hingga tahun 2008, dusun senutuk sangat diperhatikan oleh PT. NNT karena keadaan mereka yang memang membutuhkan perhatian ekstra.  Kebetulan saat itu pak malik salim selaku senior manager ekternal  paham betul kebutuhan masyarakat dusun senutuk, beliau sering berkunjung dan bercengkrama dengan masyarakat dusun senutuk dan berkunjung hingga ke dapur-dapur mereka.  Namun sekarang masyarakat dusun senutuk tidak diperhatikan sama sekali oleh comdev dan comrel setelah pak malik salim tidak lagi memegang posisi itu.  Inilah bentuk ketidakmampuan senior manager eksternal yang sekarang dalam memahami kebutuhan masyarakat dusun senutuk.
Seperti itulah realitas yang terjadi dalam kebijakan pemberdayaan masyarakat PT. NNT bagi masyarakat transmigrasi desa aik kangkung, PT. NNT lebih mengutamakan pencitraan sehingga yang dilakukan hanya pada tataran simbolis semata.  Semoga ini menjadi perhatian bagi pemerintah daerah kabupaten sumbawa barat, propinsi nusa tenggara barat, direktur PT. NNT dan semua pihak yang memerlukan data seperti ini.

Aik Kangkung, 30 Juni 2011
Kepala Desa Aik Kangkung


Mustamir AK
HP. 081339660729